Jumat, 24 Maret 2017

Socrates

SOCRATES (469-399 BC) 



Socrates hidup di Athena Yunani sepanjang hidupnya, membujuk kawan-kawan dan warga setempat untuk berpikir keras mengenai kebenaran dan keadilan.

Melalui pengaruhnya pada Plato dan Aristotle, sebuah era baru tentang ilmu filsafat didirikan dan sebagai akibatnya, peradaban Barat terbentuk seperti saat ini. “Euthydemus”. Adalah konsep awal filsafat di Barat yang mendiskusikan konsep dari kebahagiaan, bukan dari sisi ketertarikan pada sejarah. Melainkan, Socrates mempresentasikan sebuah argumen tentang kebahagiaan yang sangat kuat seperti saat ini sebagaimana ia pertama kali mendiskusikan lebih dari 2400 tahun yang lalu.

Pada dasarnya, kepedulian Socrates adalah pada dua hal utama:

  1. Kebahagiaan adalah apa yang diinginkan setiap orang; karena itu kebahagiaan selalu menjadi tujuan utama dari aktifitas kita
  2. Kebahagiaan tidak tergantung kepada faktor eksternal, tapi lebih kepada bagaimana hal-hal digunakan.

Seseorang yang bijak akan menggunakan uangnya untuk hal-hal yang baik dan benar, dalam upaya untuk membuat kualitas hidupnya lebih baik; seseorang yang bodoh akan boros dalam menggunakan uang, berakhir lebih buruk dari kondisi sebelumnya.

Karena itu uang tidak bisa dikatakan pasti membuat bahagia, melainkan, bagaimana kita menggunakan uang. Uang adalah sesuatu yang baik, apabila digunakan dan berada pada orang yang bijak.

Argumen yang sama bisa digunakan untuk banyak hal lain seperti: segala jenis kepemilikan, penampilan, bakat, dan lain-lain. Seorang perempuan yang cantik, contohnya, bisa menjadi jahat dan manipulatif karena menyalahgunakan apa yang menjadi berkahnya itu.

Sama juga, seseorang yang secara intelijensia memiliki kecerdasan yang tinggi bisa menjadi kriminal yang jauh lebih berbahaya daripada seseorang yang kurang kecerdasannya.

Socrates kemudian mempresentasikan kesimpulan yang mencengangkan berikut ini:

“Jadi apa kesimpulan dari yang telah kita bahas? Bukankah seperti ini: bahwa hal apapun tidaklah baik atau buruk, kebijaksanaanlah yang membuatnya menjadi baik dan kebodohanlah yang membuatnya menjadi buruk?”

Dia setuju.

“Kalau begitu mari kita lihat apa yang tersisa,” Aku katakan. “Karena setiap dari kita berkehendak untuk bahagia, dan karena kita memiliki bukti dan pengalaman pada apapun yang telah kita gunakan dalam hidup kita,—untuk kebaikan kita—atas apapun itu, dan karena pengetahuan akan kebaikanlah yang menghasilkan hal-hal menjadi baik dan memberikan kita keberuntungan, setiap orang harus, semasuk akal mungkin, menyiapkan dirinya dengan segala kemungkinan untuk: menjadi bijaksana sebisa mungkin. Betul?”

”Betul,” dia berkata.

(281e2-282a7)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar