Sabtu, 25 Maret 2017

Jiwa yang Berkelana (3)

1
JIWA YANG BERKELANA
(Bagian 3)

Nah, dengan pengetahuan seperti di atas, yakinlah bahwa saya tidak memiliki tendensi negatif berlebihan kepada Pejabat Korup, sekorup apapun, Konglomerat hitam, sehitam apapun, Politikus licik, selicik apapun, buat saya biasa saja, bukan saya yang mengurusi mereka namun tentu hanya Tuhan pengurus manusia. Buat saya, seorang koruptor, sama saja jiwa berkelana yang ada di dalam raganya.

Maka, kalau saya diundang untuk ngobrol one-on-one, tentang ketuhanan, kemanusiaan, dan kebahagiaan, misal, oleh seorang pejabat korup yang penasaran atau sedang dalam krisis kebahagiaan, mereka akan tertawa senang setelah bertemu saya, mereka akan bilang. “Wow, kalo begitu, walau saya sudah abis-abisan korupsi duit rakyat, saya tidak akan masuk neraka dong, kalo saya ingin sekali masuk surga!” Saya akan jawab dengan tulus, “Boleh jadi.” Tertawalah si pejabat korup ini lebih keras, entah, mungkin baginya saya hanya bercanda, tapi dia senang juga bahwa akhirnya ada jawaban atas kekhawatiran dia selama ini, yang pada titik ini mungkin sang pejabat korup berharap seandainya saya adalah orang suci yang kata-katanya bisa dipegang.

Hahahahah....setelah gua korupsi abis-abisan dan jadi kaya, ternyata mati pun gua ke surga.

Jawabku, “Iya Pak bisa jadi begitulah, itulah kenapa Tuhan dikatakan Pengasih dan Penyayang tanpa syarat, semua atas Kehendak Dia jadi. Dan bahkan Koruptor seperti Anda pun, atas kehendakNya tetap bisa dikasih apa yang Anda mau, seperti Surga misalnya”,

Wah, ya ampun, jadi bener ya Tuhan pengasih penyayang.”“Iya Pak, jangan pernah ragukan itu...!" 

"Tapi, pesan saya, jangan salah ya Pak, jiwa tak berdusta, rasa bersalah dalam nurani tak pernah salah, ini adalah sesuatu yang tidak bisa dipungkiri oleh diri Anda sendiri, jadi, kalau ada rasa bersalah, rasa bersalah itu pasti bawa Anda ke neraka, dan rasa bersalah itu jujur sejujur-jujurnya”,

“O iya itu, yakin ya. Saya akan selalu meyakinkan diri kalau begitu dan membuang semua rasa bersalah!”, “Iya, saya tanya sekarang, apa benar Bapak yakin?”,

“Yakin, dari dulu saya yakin kok, bahwa saya akan masuk surga, karena selain berkorupsi jamaah, amal pribadi saya banyak loh.”, “Maka Anda akan masuk surga kalau begitu” timpalku langsung.

Senangkan mendengarnya? Dia senang ketemu saya, seseorang yang menjamin bahwa dia tidak akan masuk neraka, padahal, dalam hati saya hanya tersenyum simpul.
Lalu, ini yang menarik, saya akan bilang juga,

“Betul Pak, setelah Bapak menanyakan kepada Jiwa Bapak, ketika Bapak sendirian, bukan didepan saya, yaitu bertanya: Apakah betul Saya yakin bisa masuk Surga?” dan bila jawabannya tetap yakin, maka mungkin memang Anda akan masuk surga, namun ingat juga, bahwa pada akhirnya, semua kenikmatannya akan membuat Anda eneg dan bosan, setelah seribu milyar hari Anda di situ toh?”, (Nah lho!).

Wow” kata  Si Pejabat yang korup ini, “Lha terus saya kemana setelah itu?”,“ya Bapak yang akan memutuskan mau kemana, tapi, jika sudah eneg dengan kenikmatan, Bapak tahu akan pilih kemana,
Sang Pejabat tersadar, dan setengah kaget bertanya “Saya jadi orang miskin??”

“Iya Pak, Bapak akan jadi orang miskin yang hidupnya susah karena negaranya kacau dikorupsi habis-habisan oleh koruptor seperti Bapak saat ini”.

“Lho, lho kok? Lho eh. Lho lho gitu yaa?”  

"Iya Pak, demikianlah apabila Bapak masih melihat surga sebagai tempat dengan kenikmatan materi. Padahal, apa yang dimaksud dengan surga, apabila kita sudah mempelajari Ketuhanan dengan mendalam, tidak bisa lagi dikaitkan dengan kondisi materialistik seperti kita masih hidup saat ini. Surga adalah kondisi yang tidak kita ketahui karena secara definisi hanyalah Ruh kita yang memasuki surga, padahal berbicara tentang ruh kita menyadari bahwa ruh tidak memiliki jasad, yang karena tidak sedang berada di dalam badan, ruh tidak butuh kepada kenikmatan fisik-materi."

Para Pembaca yang Budiman, dengan pengetahuan jiwa sejauh ini, siapapun hendaknya bertanya, “Sedang apa ya saya disini dengan semua ini, dengan semua permainan politik ini, semua uang yang saya korup ini, semua bisnis yang saya akan lakukan apapun untuk memperoleh keuntungan?”.

“Sedang apa Saya, Mas?” 

Saya akan bilang, "Kalau Bapak menanyakan ini, kemungkinan besar Bapak sedang tidak bahagia di atas tumpukan harta Bapak. Bapak sangka dengan mengkorupsi uang itu Bapak akan bahagia, dengan menjadi pebisnis sukses dan mengumpulkan semakin banyak harta, bagaimana pun caranya, Bapak pikir disitulah akan ketemu bahagia, atau Bapak berpikir dengan kekuasaan itulah Bapak menjadi bahagia, padahal, tidak seperti itu."

“Nah kalau sudah begini, terus gimana, Mas Aryandi?

"Temukan Pak, temukan kebahagiaan yang ada di dalam dada itu, yang ada di dalam jiwa Bapak, temukan, dan Bapak akan merasa cukup, Bapak tidak akan gentar apabila suatu hari apes dipanggil KPK, Bapak akan terima, terima, dan terima, dan Bapak akan tetap bahagia, Bapak akan jadi seorang ksatria pemberani untuk menjalani hidup dengan usaha yang terbaik yang bisa dilakukan. Tidak ada pilihan lain Pak, Bapak mesti menjalankan hidup sesuai dengan naluri dan nurani yang mendorong kepada perbuatan baik atau Bapak akan semakin sengsara karena terus mengabaikan nurani Bapak."  

"Saya harap, Bapak suatu hari akan berkaca di depan cermin, dan berkata dalam hati," 

“Oh saya bukan saya yang dulu lagi, saya sekarang sudah jadi orang yang baik, dan bahagia dalam artian bahagia yang sesungguhnya, dan merasa tidak perlu lagi untuk berbuat hal-hal yang norak dalam hidup ini”. 

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar