Sabtu, 25 Maret 2017

Akhir Perjalanan Jiwa

2
AKHIR PERJALANAN JIWA


Saya akan bercerita lagi sesuatu yang lebih liar dari yang Anda baca di Bagian Pertama. Buat yang telah sama-sama tahu, paling Anda akan tersenyum simpul atau bahkan tertawa ngakak! Buat yang masih merasa bingung, mungkin baiknya kita berdiskusi agar menjadi jelas apa yang penulis maksudkan. 

Ada tiga cerita yang akan saya sampaikan, jangan anggap serius, anggaplah sebagai dongeng pengantar tidur di siang bolong. Ingat pepatah ini, “Semakin Anda serius, semakin Anda menjadi bodoh”. 

Cerita pertama.

Ceritanya dimulai dari menganalogikan kembali persamaan tingkat tinggi, yang dengan menggunakan bantuan bilangan imajiner dan unreal bisa dipecahkan dan menjadi sesuatu yang nyata bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari umat manusia, yaitu listrik, bohlam, bola lampu yang diciptakan oleh Thomas Alva Edison (kalau pun bukan dia pencipta sejatinya, setidaknya beliaulah yang sempat pegang patennya). 

Ceritanya, saking bermanfaatnya bola lampu ini buat dunia, maka ada beberapa penggemar berat Thomas Alva Edison, yang sangat cinta pada Thomas Alva Edison, dan tentu, sangat mengagumi bola lampunya. Nah, saking cintanya, mereka tidak hanya menikmati menyalakan tombol ON-nya lampu yang kemudian nyala terang, tidak, mereka suka berkumpul bersama, atau pun sendiri-sendiri, dalam keheningan mereka memuji „keagungan‟ Thomas Alva Edison yang mereka lihat ada dalam bola lampu, mereka menyebut-nyebut namanya “Thomas Alva Edison, Thomas Alva Edison, Thomas Alva Edison.”

Ini semua dilakukan saking cintanya mereka sama Thomas Alva Edison, lucu? Boleh jadi lucu, kenapa jadi lucu? Karena kita semua disini tahu, itu hanya bola lampu yang Anda tinggal colokin,  tinggal tekan saklarnya, nyala, begitu  saja, tekan nyala, tekan nyala, tekan nyala, tidak perlu Anda panggil-panggil namanya kan, kenapa? Karena Thomas Alva Edisonnya entah kemana, entah dimana dia, karena saat ini sudah mati, dan saya rasa dia sudah tidak peduli lagi dengan kita, that‟s it. 

Kalau Thomas Alva Edison bisa ngomong, imajinasi saya mengatakan bahwa dia akan berkata, “Hey, cuy, itu bola lampu tinggal lo pake, what ever, gua sudah mati, kagak peduli lagi, tidak perlu kau sanjung-sanjung Aku berlebih seperti itu, tidak perlu kau panggil-panggil terus menerus keras-keras sehingga bikin gaduh orang lain, apalagi yang diteriakin kata yang tidak pada tempatnya, maka tidak perlu, okay?” 

Cerita kedua.

Saya punya seorang kawan baik, yang sangat saya hormati, seorang musisi, sebagaimana musisi pada umumnya, cita-citanya adalah mencipta maha karya dalam bidang kemusikannya itu, maka,ceritanya, pada suatu saat dia mendapat wahyu, atau bahasa kekiniannya inspirasi atau ilham, dia ciptalah satu album lagu dengan sepenuh hatinya, sepenuh jiwanya, sebuah karya besar di yang mungkin satu-satunya yang paling utama, selesai karya yang sempurna itu dibuat, maka dia lantunkan, rekam, dan dia merasa sangat puas. Puas ya, bukan sukses, sebab kalau sukses itu dilihat dari orang lain yang memandang Anda, kalau puas, dilihat diri sendiri saja sudah lebih dari cukup. Nah, kalau kepuasan jadi kesuksesan ya tentunya wajib disyukuri. 

Ceritanya, dia pun sudah sangat puas, rekamannya dia kasih saya, dia kasih mp3-nya, saya dengarkan, dan ketika saya mendengarkan,“Ooh indahnya! Ternyata ini memang maha karyamu, sobat! Terimakasih sudah berbagi denganku...” Singkat cerita, waktu berganti waktu, puluhan tahun sejak itu berlalu sudah, Si Sobat rupanya pergi terlebih dahulu meninggalkan saya, “Duh, harunya hati ini, bye bye kawan, sampai jumpa lagi dikehidupan selanjutnya!” dan dia pun berpulang (walau saya tak tahu dia pulang kemana). 

Suatu hari, setelah beberapa lama kepergiannya, saya buka-buka laptop dan ketemu lagu itu, saya putar lagunya, saya dengarkan, maka, tiba-tiba saya merasa seolah bersama dia, lagu ini seolah-olah bercerita kembali semua tentang dia sahabatku, cerita tentang aku dan dia teringat kembali, dan pada momen itu secara alamiah tentu muncul kerinduan kepada dia, sahabatku yang telah tiada, saat itu, bersama lagunya aku merasa seolah-olah bersama dia. Pertanyaanya, walau aku merasa bersama dia, apakah lagu ini adalah dia? Apakah lagu ini sosok dia? Bukan! Lagu ini ya lagu ini, adalah iya ciptaan dia, maha karya dia, tapi jelas bukan dia.  

Cerita ketiga. 

Adalah cerita yang sepertinya tampak ekstrim buat kebanyakan orang di Indonesia, tapi kalau Anda sudah paham, maka Anda akan bilang cerita ini biasa saja, yang kembali lagi, memang sebenernya biasa saja. Baik, kita mulai, sekarang gambarkan lingkaran di benak Anda,  lingkaran ini adalah alam semesta ciptaanNYA yang sempurna, adalah Alam Semesta yang berlapis-lapis isinya, yang terdiri dari bermilyar milyar galaksi, berbilyun-bilyun matahari, yang ber ber dan ber, yang bisa dikatakan sangat tak terbatas, dengan kondisi jangkauan kita saat ini. 

Di Alam Semesta ini, bukan hanya ada dimensi kita saja tapi ada dimensi-dimensi lain, ada berdimensi-dimensi kehidupan, dan ada juga dimensi-dimensi yang lebih tinggi, dimensi lain yang tak sekedar ruang dan waktu saja, yang ada saat ini di dimensi kehidupan kita, disinilah jiwa dilahirkan, Jiwa masuk ke dalam Alam Semesta dan melalui Rahim alam semesta, Jiwa kemudian berkelana mengarungi ketakterhinggaan Alam Semesta. 

Perjalanan panjang Jiwa adalah untuk menyadari keberadaan-Nya sehingga kemudian menikmati kasih dan sayang Tuhan yang Maha Agung, karena itu perlulah untuk disadari bahwa Jiwa bermain-main begitu bebas dan senang sampai puas, setelah puas maka Jiwa boleh kembali pulang kepada yang menciptakannya, yang ada di luar batas jangkauan manusia, yang ada di tidak ada, ketiadaan namanya, nah lho, apa itu ketiadaan yang benar-benar tidak ada? 

Sekarang, kembali ke lingkaran tadi, Anda tulis dalam lingkaran dan luar lingkaran sebagai berikut: 


Saya mau bertanya, dimana kedudukan Sang Pencipta sebagai sosok menurut Anda? Apakah DIA ada di dalam ciptaanNYA, yang berarti ada di dalam lingkaran. Atau DIA ada diluar batas lingkaran tadi? Yaitu “ada di tidak ada”, yang adalah ketiadaan yang benar-benar tidak ada buat kita manusia, sesuatu yang kita tidak dapat mendeskripsikannya, mengimajinasikannya, apalagi menemukannya dan menjangkaunya biar dengan teknologi secanggih apapun, dan imajinasi dari otak sejenius apapun. 

Apabila Anda bisa menangkap pesan dari dua cerita sebelumnya di atas, analogi dari cerita yang pertama dan yang kedua, maka Anda akan paham, bahwa saya mengarahkan Anda pada pemikiran bahwa Sang Pencipta tidak bisa dimajinasikan sebagai sosok dan keberadaan Dia tidak bersatu dengan yang dicipta biarpun melingkupi sepenuhnya, dalam lagu maha karya tadi ada teman saya, tapi bukan sosoknya. Sosok Thomas Alva Edison tidak ada lagi bersama bola lampunya, tapi Jiwa atau spirit “Thomas Alva Edison” selalu bersama bola lampu ciptaannya.  

Demikian ibarat bila Anda seorang penulis, dan Anda membuat sebuah novel, maka karakter di dalam novel itu tidak bisa menjangkau Anda sebagai penciptanya, sebagai penulis novel tersebut. Ilmuwan menyebutnya berbeda dimensi, sementara kita secara sederhana menyebutnya, tak terbandingkan. 

Jadi, semestinya kita menyadari bahwa Tuhan walaupun ada disini, di alam semesta ini, di bumi ini, namun Dia sungguh tak terjangkau oleh manusia. Yang bisa kita jangkau, yang bisa kita lihat adalah ciptaan-Nya. Semua yang ada disini di alam ini, semua yang bisa kita lihat, semua yang bisa kita dengar itu bercerita tentang keberadaan-Nya, yaitu tentang KekuasaanNya yang selalu meliputi kita dan alam semesta seluruhnya. Maka, semua yang ada akan mengingatkan kita kepada-Nya, semua yang ada tidak terlepas dari keberadaan-Nya.  

Apapun yang terlihat dan yang tidak terlihat di alam ini, semua adalah tentang-Nya. Inilah salah satu esensi dari Ketuhanan Yang Maha Esa, bahwa semua yang ada tak terlepas dariNya walau DIA tidak terlihat, tidak terdengar, tidak terasa, tidak tercium, dan tidak tersentuh oleh panca indera badan kita, oleh pikiran kita, dan oleh perasaan kita. 

Disinilah fitur jiwa kemudian diangkat. Hanya dengan jiwa yang bersifat sangat personal hubungannya dengan Tuhan kita bisa menyentuhnya sedekat-dekatnya, bahwa Tuhan dengan jiwa bisa dirasakan begitu erat mendekap kita sebagai ciptaanNya. 
Inilah makna ayat dalam Al Quran yang menyatakan: “Apabila mereka bertanya tentang Aku, katakanlah bahwasannya Aku adalah dekat dan aku mengabulkan permintaan hambahambaku apabila mereka meminta kepadaKu.” 

Setelah jiwa yang bersih membuat kita bisa nyata merasakanNya dekat, saat itulah segala permintaan kita akan diberikan Tuhan.  

Maka akhirnya secara logika pikiran kita jadi bisa mengetahui bahwa Dia memang ada, alasannya sederhana, yaitu karena ciptaan-Nya ada dan hukum atas ciptaanNya nyata ada di alam ini meliputi baik hukum alam maupun hukum sosial yang dilandaskan kepada hukum utama „sebab dan akibat‟ atau „aksi dan reaksi‟ yang dalam tatanan sosial menjadi “perbuatan baik akan berbuah baik dan perbuatan buruk akan berkonsekuensi buruk.” 

Apapun agama dan keyakinan seorang manusia, siapa yang remuk kepalanya karena loncat dari lantai 20 pasti mati, sebagaimana siapapun yang berbuat kejahatan kepada sesamanya dalam hidupnya akan menerima pembalasan atas keburukannya itu. 

Ketuhanan yang berasal dari nurani menginspirasi manusia untuk bisa memahami Ketuhanan Yang Maha Esa dengan utuh bukan berdasarkan “katanya”, baik katanya sesama manusia, maupun katanya kitab suci. Sekedar katanya itu tidak boleh buat manusia yang sudah dewasa, keyakinan tentang keberadaan Tuhan perlu menjadi keyakinan pribadi, yaitu kata diri sendiri. Yang kemudian dengan itu, timbul rasa berkesadaran untuk menjadi manusia baik yang hidup dengan benar, dan berserah diri kepada-Nya sambil selalu mengupayakan diri dalam kewajiban melakukan berbagai usaha berdasarkan nasib dan bakatnya dengan sebaik-baiknya.  

Berawal dari menyadari keberadaan Tuhan melalui hukum-hukumnya yang nyata meliputi setiap perbuatan manusia, maka manusia akan jadi paham perlunya berakhlak baik atau berbudi pekerti. Yaitu menyadari sepenuhnya nilai penting dari hidup selaras dan saling menghargai antar sesama manusia dan antar manusia dengan Alam.  

Demikianlah, biarpun disembah dan diagungkan dengan cara yang berbeda pastilah bahwa Tuhan itu Ada, Satu, dan Sama, Yang Maha Esa karena hukum yang meliputi ciptaan-Nya pun adalah ada, satu, dan sama.

Terakhir, kita semua tahu, bahwa suatu saat pada akhirnya kita semua akan mati. Kita tidak tahu kapan, dan tentu kita pun tidak usah terlalu pedulikan kapannya. Namun, dengan pengetahuan yang sekarang Anda telah miliki, yakinlah diri Anda, bahwa saat Anda mati, Anda akan siap, Anda tenang dan damai. Toh, kalau dipikir-pikir Anda sudah rindu pulang kok, sudah banyak bermain-mainnya, sudah tua Jiwa-nya, pasti sudah siap untuk kembali ke lingkar awal keberadaan, yaitu ketiadaan, agar penuh dan utuh lingkarannya.  

Dari tiada kembali ke tiada, berawal dari sang Pencipta pasti kembali kepada-Nya, maka,..

Beristirahatlah wahai jiwa yang tenang dalam damai dan bahagia. Kami berbahagia melepasmu kembali pulang....







Tidak ada komentar:

Posting Komentar